Menkes Sebut Angka Stunting pada Balita Turun 30,8
Persen
Angka atau kekerdilan
pada akibat gizi
buruk mengalami penurunan menjadi 30,8 persen. Angka itu menurun sekitar 6,4
persen dari lima tahun sebelumnya.
Penurunan
angka stunting tersebut didapat dari hasil yang
diungkapkan Menteri Kesehatan, Nila F Moeloek dalam acara Forum Merdeka Barat 9
di Gedung Sekretariat Negara, Jakarta, Selasa (23/10).
"Angka stunting pada Riskesdas 2013 37,2 persen turun menjadi 30,8 persen pada 2018," ujar Nila, melansir ANTARA.
Sementara angka kekerdilan pada usia bayi di bawah dua tahun berada di angka 29 persen.
"Angka stunting pada Riskesdas 2013 37,2 persen turun menjadi 30,8 persen pada 2018," ujar Nila, melansir ANTARA.
Sementara angka kekerdilan pada usia bayi di bawah dua tahun berada di angka 29 persen.
Nila mengatakan,
penurunan angka kekerdilan ini merupakan hasil dari upaya yang telah dilakukan
pihaknya bekerja sama dengan sektor-sektor lain, seperti Kementerian PUPR dalam
penyediaan akses sanitasi dan air bersih. "Termasuk Kementerian
Agama untuk menekan angka pernikahan dini. Karena stunting juga berkorelasi
dengan penyakit tidak menular," ujar Nila.
Riskesdas 2018 sendiri dilakukan atas kerja sama Kemenkes dengan Badan Pusat Statistik. Sebelumnya, hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) 2017, angka kekerdilan pada anak berada di angka 27 persen. Namun, PSG hanya menggunakan sampel dalam lingkup yang lebih kecil.
Angka kematian ibu menurun Selain angka stunting, Nila juga menyebutkan penurunan angka kematian ibu. Menurutnya, berdasarkan data Riskesdas 2018, kematian ibu menurun secara signifikan. sejak 2015 hingga September 2018. Pada tahun 2015, tercatat sebanyak 4.999 kematian ibu terjadi. Angka itu sedikit menurun pada 2016 dengan 4.912 kematian ibu.
Selanjutnya, angka kematian ibu terus menurun hingga 2017 menjadi 4.295 dan 2.355 hingga September 2018.
Riskesdas 2018 sendiri dilakukan atas kerja sama Kemenkes dengan Badan Pusat Statistik. Sebelumnya, hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) 2017, angka kekerdilan pada anak berada di angka 27 persen. Namun, PSG hanya menggunakan sampel dalam lingkup yang lebih kecil.
Angka kematian ibu menurun Selain angka stunting, Nila juga menyebutkan penurunan angka kematian ibu. Menurutnya, berdasarkan data Riskesdas 2018, kematian ibu menurun secara signifikan. sejak 2015 hingga September 2018. Pada tahun 2015, tercatat sebanyak 4.999 kematian ibu terjadi. Angka itu sedikit menurun pada 2016 dengan 4.912 kematian ibu.
Selanjutnya, angka kematian ibu terus menurun hingga 2017 menjadi 4.295 dan 2.355 hingga September 2018.
Kenali
Gejala Stunting Anak
Stunting adalah masalah gizi kronis
yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu lama. Hal ini terjadi
karena asupan makan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Stunting terjadi
mulai dari dalam kandungan dan baru terlihat saat anak berusia dua tahun.
Menurut UNICEF, stunting didefinisikan sebagai persentase anak-anak usia 0
sampai 59 bulan, dengan tinggi di bawah minus (stunting sedang dan berat) dan
minus tiga (stunting kronis) diukur dari standar pertumbuhan anak keluaran WHO.
Stunting diakibatkan oleh banyak faktor, seperti ekonomi keluarga, penyakit
atau infeksi yg berkali-kali. Kondisi lingkungan, baik itu polusi udara, air
bersih bisa juga mempengaruhi stunting. Tidak jarang pula masalah non kesehatan
menjadi akar dari masalah stunting, seperti masalah ekonomi, politik, sosial,
budaya, kemiskinan, kurangnya pemberdayaan perempuan, serta masalah degradasi
lingkungan.
Salah satu fokus
pemerintah saat ini adalah pencegahan stunting sebagai upaya agar anak-anak
Indonesia dapat tumbuh dan berkembang secara optimal dan maksimal, dengan
disertai kemampuan emosional, sosial, dan fisik yang siap untuk belajar, serta
mampu berinovasi dan berkompetisi di tingkat global. Stunting bukan hanya
terganggu pertumbuhan fisiknya (bertubuh pendek/kerdil) saja, melainkan juga
terganggu perkembangan otaknya, yang tentunya sangat mempengaruhi kemampuan dan
prestasi di sekolah, produktivitas dan kreativitas di usia-usia produktif.
Gejala yang ditimbulkan akibat stunting antara lain anak berbadan lebih pendek
untuk anak seusianya, proporsi tubuh cenderung normal tetapi anak tampak lebih
muda/kecil untuk usianya, berat badan rendah untuk anak seusianya dan
pertumbuhan tulang tertunda.
Proses stunting sebenarnya kronis. Dalam mengatasi stunting,
perlu peran dari semua sektor dan tatanan masyarakat. Pada 1000 hari pertama
kehidupan harus dijaga baik nutrisi maupun faktor di luar itu yang mempengaruhi
stunting. Seribu hari pertama kehidupan adalah pembuahan/hamil ditambah usia 2
tahun balita. Saat itulah stunting harus dicegah dengan pemenuhan nutrisi dan
lain-lain. Jika memang ada faktor yang tidak baik yang bisa mengakibatkan
stunting, di 1000 hari pertama itulah semua dapat diperbaiki. Pola hidup sehat,
terutama kualitas gizi dalam makanan perlu diperhatikan dengan menerapkan
konsep setengah piring diisi oleh sayur dan buah, setengahnya lagi diisi dengan
sumber protein (baik nabati maupun hewani) dengan proporsi lebih banyak
daripada karbohidrat. Stunting juga dipengaruhi aspek perilaku, terutama
pada pola asuh yang kurang baik dalam praktek pemberian makan bagi bayi dan
balita. Edukasi tentang kesehatan reproduksi dan gizi bagi remaja sebagai cikal
bakal keluarga, hingga para calon ibu dalam memahami kebutuhan gizi saat hamil
juga penting untuk disosialisasikan. Selain itu, edukasi tentang persalinan
yang aman di fasilitas kesehatan, serta pentingnya melakukan inisiasi menyusu
dini (IMD) hingga pemberian colostrum air susu ibu (ASI) juga wajib
disosialisasikan. Akses terhadap sanitasi dan air bersih yang mudah dapat menghindarkan
anak pada risiko ancaman penyakit infeksi. Untuk itu, perlu membiasakan cuci
tangan pakai sabun dan air mengalir, serta tidak buang air besar sembarangan.
Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah berikanlah hak anak mendapatkan
kekebalan dari penyakit berbahaya melalui imunisasi yang telah dijamin
ketersediaan dan keamanannya oleh pemerintah.
Pertumbuhan yang baik adalah pertumbuhan ukuran fisik sesuai
standarnya, baik itu berat panjang atau tinggi dan lingkar kepala. Lingkar
kepala kecil mempengaruhi kecerdasan karena otak kecil. Pada saat pergi ke
pelayanan kesehatan baik itu rumah sakit, puskesmas maupun posyandu, mintalah
untuk mengukur lingkar lengan atas bagi 6 – 9 bulan. Hal ini akan
menentukan apakah balita gizi buruk, gizi ringan, normal. Berbeda dengan
pertumbuhan, perkembangan meliputi kemampuan motorik kasar, motorik halus dan
bahasa bicara atau cara berkomunikasi dengan orang (hubungan sosial).
Pemeriksaan rutin ke fasilitas pelayanan kesehatan penting walau tidak dalam
kondisi sakit untuk mengecek pertumbuhan dan perkembangan anak. Pada usia
balita 3 bulan balita sebaiknya sudah miring, 4 bulan sudah tengkurep, 8 bulan
sudah duduk dan 9 bulan sudah berdiri dan usia 1 tahun sudah dapat
berjalan. Pada usia 2 tahun balita setidaknya sudah menguasasi 6 kata.
Jika mengalami keterlambat berbicara sebaiknya diperiksakan ke dokter.
Tatalaksana penanganan kasus stunting menitikberatkan pada
pencegahannya bukan lagi proses pengobatan. Orang tua berperan untuk mengontrol
tumbuh kembang anaknya masing-masing dengan memperhatikan status gizinya.
Pertumbuhan dan perkembangan sesudah lahir harus naik atau baik dan apabila ada
masalah harus segera dikonsultasikan ke dokter atau ahli gizi. Upaya pencegahan
lebih baik dilakukan semenjak dini demi masa depan sang buah hati sebagai
generasi penerus bangsa yang berhak tumbuh dengan sehat.
RSUP Dr. Kariadi adalah
Satuan Kerja/ Unit Pelaksana Teknis yang berada di bawah dan bertanggungjawab
kepada Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
Berdasarkan SK Menkes No. 1243/Menkes/SK/VIII/2005 telah ditetapkan menjadi
Badan Layanan Umum (BLU), dengan menerapkan fleksibilitas pengelolaan keuangan
sesuai dengan yang telah diamanatkan dalam PP No.23 Tahun 2005.
RSUP Dr. Kariadi Semarang
merupakan Rumah Sakit terbesar sekaligus berfungsi sebagai Rumah Sakit rujukan
bagi wilayah Jawa Tengah. Saat ini RSUP Dr. Kariadi adalah Rumah Sakit kelas A
Pendidikan dan berfungsi sebagai Rumah sakit Pendidikan bagi dokter, dokter
spesialis,dan sub spesialis dari FK UNDIP,dan Institusi Pendidikan lain serta
tenaga kesehatan lainnya.
Tugas pokok RSUP Dr. Kariadi
adalah menyelenggarakan upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan
secara serasi, terpadu dan berkesinambungan dengan upaya peningkatan kesehatan
dan pencegahan serta melaksankan upaya rujukan dan upaya lain sesuai dengan
kebutuhan. RSUP Dr. Kariadi sebagai Rumah Sakit vertikal Kelas A Pendidikan,
juga menyelenggarakan fungsi :
1.
Pelayanan Medik (Spesialistik dan Sub
Spesialistik)
2.
Pelayanan penunjang medik dan non medik
3.
Pelayanan dan asuhan keperawatan
4.
Pengelolaan SDM rumah sakit
5.
Pelayanan rujukan
6.
Diklat di bidang kesehatan
7.
Penelitian dan pengembangan
8.
Administrasi umum dan Keuangan
9.
Luas lahan yang dimiliki RSUP Dr.Kariadi
Semarang adalah 193.410 m2 dengan luas bangunan 82.754 m2.
Jajaran
Direksi RSUP Dr. Kariadi
§ Direktur
Utama : dr. Agus Suryanto, Sp.PD-KP., MARS, MH
§ Direktur
Medik dan Keperawatan : Dr. Agoes Oerip Poerwoko, SpOG(K), MARS
§ Direktur
SDM dan Pendidikan : DR. dr. Dodik Tugasworo Pramukarso, Sp.S(K)
§ Direktur
Keuangan : Haryo Wicaksono, SE, Akt, MARS
ALAMAT RSUP Dr. Kariadi :
Jl. Dr. Sutomo No. 16
Kel. Randusari, Kec. Semarang Selatan, Kota Semarang, Jawa Tengah Kode Pos :50244
Kel. Randusari, Kec. Semarang Selatan, Kota Semarang, Jawa Tengah Kode Pos :50244
Call Center 24 Jam: 024 8413476
FAX :024 8318617
Email : info@rskariadi.co.id